Review Album ; The Trees & The Wild - Zaman, Zaman
- radinanghilman
- Sep 23, 2016
- 3 min read

Tujuh tahun berlalu sejak album bertajuk Rasuk diluncurkan oleh kelompok musik The Tree & The Wild. Rasuk menjadi album yang ampuh karena memiliki materi yang begitu memikat dan mudah akrab di telinga para penikmat musik di Indonesia. Semenjak kelahiran album Rasuk, berbagai tanggapan positif berdatangan dari para pengamat, jurnalis dan penikmat musik sehingga membuat The Trees & The Wild langsung cepat dikenal dan digemari.
Berjalannya waktu The Trees & The Wild mengalami perubahan, terutama dari segi musik. Hal tersebut pasti dirasakan oleh penonton beberapa tahun belakangan ini yang sempat menikmati live The Trees & The Wild di atas panggung.
Masih ingat betul ketika beberapa tahun lalu sempat menyaksikan konser mereka saat berkunjung ke kota Surabaya. Penonton yang saat itu memadati area depan panggung dibuat diam dan heran karena materi yang mereka bawakan. Terlihat sangat jelas raut wajah heran bercampur bingung menyelimuti beberapa pemuda yang sepertinya berharap jika musik The Trees & The Wild akan terdengar sama seperti apa yang mereka dengarkan pada album Rasuk.
Namun Remedy Waloni dan kawan-kawan seakan tidak peduli dan tetap tampil begitu berani, mereka tidak mau berkompromi dan ingin menunjukkan jika kini mereka telah berevolusi dalam hal musik. Saat itu saya sudah mengira jika musik yang mereka tunjukkan diatas panggung saat itu akan berlanjut pada album baru mereka.
Pada 9 Agustus 2016, The Trees & The Wild meluncurkan musik video untuk singel pertama mereka berjudul “Zaman, Zaman”. Tidak ada sama sekali nuansa musik yang terdengar seperti pada album Rasuk di singel terbaru mereka. Suara akustik tidak lagi mendominasi, bahkan keceriaan sepertinya tidak tampak hadir diantara musik mereka sekarang ini. Singel “Zaman, Zaman” malah terdengar begitu muram dengan aksen vokal yang tidak terdengar begitu jelas ditambah dengan suara noise yang berterbangan dimana-mana.
Beberapa waktu kemudian The Trees & The Wild secara mengejutkan mengumumkan akan meluncurkan album ke-2 mereka yang bertajuk sama dengan singel pertama yang mereka luncurkan, Zaman, Zaman.
Album Zaman, Zaman berisi tujuh lagu dengan eksplorasi musik yang begitu diluar ekspektasi. Album ini sepertinya sudah sangat cukup berhasil membuat prediksi para pendengar album Rasuk meleset dan bahkan mungkin tidak mengenali sama sekali musik The Trees & The Wild.
Lagu pembuka “Zaman, Zaman” sudah mempresentasikan bagaimana gambaran besar musik pada album terbaru mereka. Kemudian “Empati Tamako” yang sebelumnya (mungkin) sudah banyak diperdengarkan diubah menjadi lagu yang memiliki tingkat emosional begitu dalam dengan taburan noise selama empat belas menit tiga puluh enam detik.
“Srangan” terdengar seperti lanjutan dari lagu sebelumnya, suara Charita Utami yang bernyanyi hanya bersama permainan piano ditengah sepi seakan menjadi obat penenang dari emosi yang diciptakan pada lagu “Empati Tamako”.
Dilanjutkan dengan “Monumen” yang begitu membakar amarah. Materi berjudul “Tuah/Sebak” mungkin menjadi satu-satunya lagu untuk menuntaskan rindu pendengar album Rasuk dan pergantian nuansa musik pada pertengahan lagu menjadikan pertanda jika rindu haruslah tuntas serta bersiaplah menuju petualangan musik baru.
“Roulements” dan “Saija” menutup album Zaman, Zaman dengan begitu tenang dan hangat bagaikan menikmati secangkir kopi bersama alam saat bertemu pagi.
Remedy Waloni sepertinya telah melakukan berbagai eksplorasi dan menemukan berbagai referensi musik sampai pada akhirnya menemukan formula untuk melahirkan sebuah materi-materi yang begitu berani. Saya menyebutnya ‘berani’ karena album Zaman, Zaman memiliki materi yang membuat The Trees & The Wild menjajaki babak baru dengan mengubah seluruh pandangan pendengarnya terhadap musik mereka sekarang ini.
Meski melakukan eksplorasi musik yang jauh berbeda dari album sebelumnya, album Zaman, Zaman masih memiliki materi-materi yang memikat. Namun The Trees & The Wild kali ini akan memikat dengan cara yang jauh lebih berani dan tentu masih dengan cara mereka sendiri.
Comments