Story Notes Demo Crimson Diary
- radinanghilman
- Oct 11, 2016
- 10 min read
Merajut Kembali Memori Sebagai Pengantar Perkenalan Album Terbaru Crimson Diary
Saya adalah salah seorang yang bisa dikatakan terlambat untuk mengenal mereka. Salah satu band dari kota Malang yang kental dengan gaya musik alternatif 90’an, mereka adalah Crimson Diary. Masih teringat jelas ketika pertama kali saya dipertemukan dengan kelompok musik Crimson Diary. Uniknya pertemuan itu terjadi bukan di kota Malang yang notabenya merupakan kota kelahiran Crimson Diary, melainkan di Surabaya.
Beberapa tahun lalu saat ajakan seorang teman untuk menyaksikan acara musik yang tidak bisa untuk ditolak menggiring saya untuk berkunjung ke kota Surabaya. Sesampainya di lokasi, ternyata beberapa teman dari Malang telah tampak berkumpul di area depan panggung. Mereka sengaja datang dari Malang untuk menyaksikan performa Crimson Diary.
Jujur, saat itu nama Crimson Diary saya kenal hanya dari sebatas cerita teman yang selalu menggebu dan bersemangat ketika menceritakan seluk beluk perjalanan hingga bagaimana musik Crimson Diary.
Tidak butuh waktu lama untuk terpikat dengan Crimson Diary. Perjumpaan pertama langsung membuat saya ingin mengenal lebih jauh band ini. Mereka berhasil membawa saya untuk kembali menumpuk ingatan romantisme musik alternatif 90’an. Tidak bisa dipungkiri, pengaruh teknologi penggali informasi sebagai alat pencari referensi yang semakin bergerak maju membuat musik alternatif hari ini tidak lagi terdengar sama dengan musik di era MTV pada medio 90’ hingga 2000an seperti apa yang Crimson Diary tawarkan dalam musiknya.
Selain itu penggunaan lirik bahasa Indonesia pada mayoritas lagunya menjadikan nilai positif tersendiri untuk Crimson Diary. Pada perkembangan musik sekarang ini, menemukan band dengan penggunaan lirik bahasa Indonesia pada mayoritas lagunya tentu menjadi hal yang menarik. Memang harus diakui jika menciptakan lirik berbahasa Indonesia selalu menjadi tantangan tersendiri bagi para musisi saat ini. Entah itu dari pemilihan kata hingga penataan lirik agar mampu terdengar bersinergi dengan aransemen musiknya, apalagi musik alternatif layaknya musik Crimson Diary.
Berlanjut pada jumpa pertama saya dengan Crimson Diary…
Masih tetap dengan gaya mereka yang tidak terlalu banyak basa-basi saat sedang beraksi. Malam itu Crimson Diary langsung menggeber beberapa lagu ciptaan mereka sendiri. Meski banyak pengunjung yang menghiraukan penampilan mereka karena tidak mengenali materi yang dibawakan, namun Crimson Diary terlihat begitu percaya diri dan tetap menikmati durasi tampil dengan membawakan materi mereka sendiri hingga selesai.
Akan tetapi bukan berarti area depan panggung sepi, beberapa teman dan pengunjung lain juga tampak asik berdiri sembari sedikit menari sambil ikut bernyanyi setiap materi yang dibawakan Crimson Diary.
Hampir saya lupa mengatakan jika Crimson Diary merupakan salah satu band yang paling jarang bahkan mungkin sulit untuk diminta membawakan lagu orang lain meski lagu dari influence mereka sendiri. Mereka nampak lebih nyaman membawakan lagu sendiri ketika sedang beraksi. Sampai saat ini Crimson Diary masih sama seperti saat pertama kali saya lihat dari segi pemilihan materi lagu yang dibawakan di atas panggung. Saya selalu kagum ketika mereka terlalu sering menolak permintaan penonton untuk membawakan lagu milik band lain dengan jawaban “Laguku dewe ae yo rek…” (Laguku sendiri saja ya…)
***
Sekitar sembilan atau sepuluh tahun yang lalu periode musik alternatif di kota Malang bisa dikatakan tumbuh begitu subur dan menarik untuk terus diikuti. Saat itu, kota Malang banyak membidani kelahiran band yang lahir dari rahim musik alternatif, sebut saja Banana Co, Fan, Hectic dan The Illusion. Selain itu banyak juga band lainnya yang lahir pada ranah musik yang masih bisa dikatakan berkaitan dengan ranah musik alternatif.
Lahir pada periode yang hampir sama, tentu membuat mereka juga tumbuh beranjak dewasa bersama. Tanpa malu dan berani mereka mulai menjelajahi acara demi acara untuk dijadikan ajang unjuk gigi. Hingga pada akhirnya mereka sadar akan potensi yang mereka miliki dan mulai berani menciptakan lagu sendiri untuk dibawakan ketika beraksi.
Beberapa teman mampu melihat potensi ini. Mulailah mereka mencari informasi mengenai band-band yang disukai. Akan tetapi saat itu memperoleh informasi tidak semudah hari ini, sehingga sangat sulit untuk menggali informasi mengenai band yang mereka cari.
Sadar akan pentingnya sebuah publikasi dan dokumentasi, maka lahirlah pemikiran untuk menciptakan sebuah media alternatif yang berisi informasi-informasi mengenai band-band pada ranah musik alternatif dan sekitarnya. Mulai dari interview, review, sampai kabar acara yang wajib dihadiri mereka tuangkan pada media berbentuk zine.
Berjalannya waktu geliat musik ini kian menarik dan begitu aktif untuk tidak hanya sekedar menjelajahi acara musik. Pada suati hari beberapa pelaku, penggiat hingga penikmat musik ini berkumpul dan mencetuskan untuk membuat sebuah acara kolektif. Awalnya memang mereka hanya berpikir jika acara ini hanya sebagai ajang untuk bersenang-senang dan berkumpul mesra antara pelaku dan penikmat musik yang memiliki kesamaan dalam urusan selera musik.
Akan tetapi secara tidak sadar mereka telah mencetuskan acara yang pada akhirnya nanti akan menjadi sebuah acara penanda jaman sekaligus pengingat untuk generasi selanjutnya jika kota ini pernah melahirkan band-band berpotensi pada ranah musik alternatif dan sekitarnya. Acara tersebut adalah Telepop.
Telepop bisa dikatakan bukan hanya sekedar acara, melainkan sebagai alat mesin waktu untuk mengingat kembali dan menelusuri jejak-jejak band yang pernah memanaskan geliat musik alternatif di kota ini.
Para pelaku ini kemudian mulai sadar dan berpikir untuk melangkah ke hal yang lebih serius dalam urusan pengarsipan musik. Mereka sadar jika karyanya akan berlalu begitu saja ditelan waktu yang beringas memakan jaman tanpa adanya pengarsipan dalam bentuk rilisan fisik. Mulailah mereka mengambil langkah untuk merekam materi mereka di studio rekaman dan dijadikan sebuah arsip dalam bentuk rilisan fisik.
Saat itu menciptakan sebuah bentuk rilisan fisik yang berisi materi sendiri mungkin memang tidak semudah dijumpai seperti saat ini. Memang beberapa band telah melahirkan rilisan fisik, namun hanya berupa demo kaset atau kepingan CD yang kebanyakan dibagikan kepada pengunjung saat dijumpai pada setiap gigs yang mereka hadiri.
Sulit dijumpai bukan berarti tidak ada sama sekali. Beberapa band pada ranah musik ini juga telah banyak yang berhasil melahirkan album dalam rupa rilisan fisik. Tidak terkecuali Banana Co, Fan dan juga Hectic.
***
Eksistensi terkadang tidak selalu berjalan serasi dengan konsistensi. Beberapa band perlahan mulai menepi dan hilang tanpa pamit. Para pelaku musik sudah mulai harus menentukan jalan hidupnya masing-masing. Tidak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk berhenti dan lebih memilih untuk menanggalkan band mereka sendiri.
Namun tidak sedikit pula dari para pelaku musik ini yang memilih untuk tetap bertahan dan memelihara asa untuk terus berada pada jalur musik.
Diantara suburnya regenerasi band yang terus lahir di kota ini, mereka yang bertahan dan masih menyimpan asa untuk terus bermusik ini memilih untuk membentuk kembali sebuah kelompok musik dengan semangat yang masih tetap sama. Salah satunya adalah terbentuknya Crimson Diary pada tujuh tahun lalu.
Crimson Diary merupakan sebuah rangkuman beberapa personil band dari ranah alternatif dan sekitarnya yang tumbuh besar bersama seperti, Banana Co, Hectic, Fan dan juga unit post-rock bernama Kee.
Bermula dari keinginan Ebem (vocal & gitar) untuk membentuk sebuah band baru setelah beberapa waktu vakum dari band terdahulunya, Hectic. Ebeem mengajak beberapa rekan musisi dari band yang dulu menjadi rekan seperjuangan Hectic ketika masih aktif. Mereka adalah Siklum dari band Fan yang dipercaya mengisi divisi Gitar, dan Ossi dari Banana Co pada posisi penggebuk Drum, kemudian Bampo dari band Kee sebagai pembetot Bass.
Formasi ini tidak bertahan lama. Pada awal Mei 2010, Ossi mengundurkan diri dikarenakan harus hijrah dan menetap di Jakarta, kemudian posisi drum digantikan oleh Tria. Tuhan ternyata berkehendak lain. Dalam penampilan perdananya pada tanggal 16 Mei 2010, Tria menghembuskan nafas terakhirnya setelah memberikan penampilan terbaiknya bersama Crimson Diary. Kemudian posisi drum di isi oleh Dayat.
***
Butuh waktu empat tahun untuk Crimson Diary akhirnya meluncurkan debut album perdananya. Bersama label baru dari kota Malang, Barongsai Records, Crimson Diary menjadi band pertama yang dirilis, setelah sebelumnya merilis Kompilasi Sepi yang berisi rangkuman materi proyek solo dari berbagai vokalis band kota Malang.
Bagi mereka yang rajin mengikuti perjalanan musik Crimson Diary, materi dalam album baru Crimson Diary mungkin tidak terlalu terdengar asing. Salah satu penyebabnya adalah porsi panggung Crimson Diary yang lumayan tinggi di kota ini dengan didukung keras kepalanya Crimson Diary untuk selalu terus membawakan materi mereka sendiri pada setiap panggung yang dijelajahi.
Album bertajuk Senja lahir dengan kemasan begitu sederhana. Tidak terlalu istimewa menurut pengelihatan saya. Akan tetapi dibalik kesederhanaan kemasan album terdapat tujuh materi yang tidak bisa dikatakan sesedarhana itu. Mendengarkan setiap materi pada album Senja sama halnya dengan menikmati perjalanan hidup sehari penuh, ketika dimulai dengan aktfitas pagi hingga menutupnya pada malam hari.
Setiap materi yang ditaburi tumpahan emosi mulai dari kisah sisi gelap hidup, ketimpangan sosial hingga keresahan yang dialami Crimson Diary seakan membuat setiap materi pada album Senja terasa begitu hidup dan bernyawa.
Tidak lama setelah meluncurkan album Senja, Crimson Diary mengunggah video musik untuk singel yang berjudul sama dengan tajuk debut album mereka, “Senja”. Video musik tersebut sekaligus menandai pergantian posisi drum yang sebelumnya diisi oleh Dayat digantikan oleh Dyan merupakan personil band Fan dan Arema Voice.
***
Pasca kelahiran album Senja, tawaran manggung mulai berdatangan. Sambutan baik juga dibuktikan dengan banyaknya minat terhadap pembelian album Senja. Saya yang kebetulan menjadi juru kunci di salah satu Record Store kota Malang tentu merasakannya.
Hal tersebut tidak lantas membuat Crimson Diary tinggi hati. Mereka tetaplah band yang terlihat sederhana. Crimson Diary juga sering terlihat terlibat dengan acara-acara gigs kolektif yang diprakarsai oleh generasi –generasi baru dari skena musik lokal kota Malang.
Para personil Crimson Diary juga sering nampak hadir menjadi penonton acara yang menyuguhkan penampilan para band dari generasi muda kota ini.
Atau bahkan kebiasaan hanya sekedar berbagi minuman dan bersenang-senang melebur bersama masih sering terjadi setelah mereka usai menjadi pengisi acara. Hingga saat ini Crimson Diary masih tetap hangat dan sama seperti pertama kali saya mulai mengenal mereka.
***
Pada tahun 2015, Crimson Diary mengadakan pesta peluncuran album Senja bertempat di Houtenhand. Tentu saja saya tidak mau melewatkannya begitu saja. Malam itu, saya makin terkesima dengan Crimson Diary. Pasalnya tepat pada hari pesta peluncuran album Senja, Crimson Diary sudah membocorkan materi baru berjudul “Akhiran” sekaligus menjadi lagu penutup penampilannya malam itu.
Berjalannya waktu, Crimson Diary makin rajin berpetualang dari panggung ke panggung dalam kota maupun luar kota. Beberapa kali pula saya masih beruntung untuk terus mengikuti aksi Crimson Diary. Rasa penasaran sekaligus kagum saya sematkan kembali. Adalah ketika pada suatu malam Crimson Diary membocorkan beberapa materi terbaru mereka sekaligus.
Beberapa lagu berjudul seperti “Freja”, “Misty Night” dan “Akhiran” mereka bawakan dengan begitu emosional. Mereka berhasil membuat pendengarnya berekspektasi kembali jika tidak lama lagi akan kembali lahir anak ke-2 dari rahim Crimson Diary.
Sampai pada akhirnya tanpa malu Crimson Diary mulai menjawab satu persatu dari berbagai ekspektasi yang muncul melalui media sosial. Singel “Freja” (Unmixed) mereka perkenalkan terlebih dahulu melalu kanal Reverbnation . Kemudian beberapa bocoran artwork yang mereka posting pada akun Instagram milik Crimson Diary seakan menguatkan bukti jika tidak lama lagi album baru akan segera lahir.
Perayaan Malang Cassette Store Day 2016 telah ditetapkan jatuh pada tanggal 8 Oktober 2016. Kota Malang merupakan salah satu kota yang masih memiliki semangat tinggi untuk urusan mengkonsumsi rilisan fisik. Buktinya adalah banyakya kelahiran jaringan distribusi outlet rilisan fisik berupa online store ataupun offline store baru di kora Malang. Hal tersebut didukung dengan suksesnya perhelatan Malang Record Store Day dan Malang Cassette Store Day yang masih memiliki daya tarik tinggi bagi penikmat rilisan fisik musik kota Malang.
Crimson Diary nampaknya ingin turut berbagi kebahagiaan dalam perayaan Malang Cassette Store Day 2016 dengan meluncurkan demo yang akan dikemas dalam bentuk medium kaset. Namun Crimson Diary tidak akan meluncurkannya dengan cara biasa saja, beberapa cara menarik mereka tawarkan kepada calon pendengarnya untuk mendapatkan demo kaset yang akan dibagikan secara gratis.
***
Merajut sebuah hubungan pastinya ada proses di dalamnya. Seperti memulai perkenalan, mulai mengenal satu sama lain, kemudian menjalaninya dengan menerima segala kekurangan dan kelebihannya, hingga hubungan tersebut dapat berjalan serasi dan menghasilkan timbal balik yang baik.
Seperti halnya album musik. Sebuah karya bisa dikatakan merupakan media berkomunikasi para musisi untuk merajut hubungan dengan para pendengarnya. Karena pada setiap karyanya, para musisi untuk menuangkan berbagai cerita yang mereka rasakan dan alami untuk diceritakan kepada pendengarnya melalui lirik dan musik.
Menurut teori ilmu komunikasi yang saya pelajari. Sebuah hubungan dapat dikatakan efektif jika komunikan dan komunikator bisa menghasilkan timbal balik yang diinginkan oleh keduanya. Begitu juga Crimson Diary saat ini.
Album baru berarti sama halnya merajut kembali sebuah hubungan baru. Butuh perkenalan dan saling mengenal antara pendengar dengan satu persatu materi didalamnya, kemudian melanjutkannya dengan menerima segala kelebihan dan kekurangannya.
Demo kaset ini merupakan langkah awal Crimson Diary mengantar pendengarnya menuju awal perkenalan sebelum nantinya lebih jauh mengenal album kedua mereka. Dibantu oleh salah satu kerabat yang juga menjalankan jaringan distribusi rilisan serta juga pernah membidani beberapa rilisan dari band kota Malang, Nadapita.
Demo kaset Crimson Diary yang dibagikan secara gratis pada perhelatan Malang Cassette Store Day 2016 berisikan tiga materi lagu terbaru antara lain “Freja”, “Misty Night” dan “Akhiran”. Selain merupakan rilisan fisik pertama yang akan diperkenalkan sebelum menuju album penuh kedua nanti, rilisan ini juga menjadi rilisan pertama Crimson Diary yang dicetak pada medium kaset selama perjalanan musiknya.
Uniknya lagi untuk urusan pembuatan lirik, Crimson Diary ternyata dibantu oleh orang-orang terdekat mereka. Seperti lagu “Freja” yang dibuat oleh istri dari sang vokalis Crimson Diary, dimana lagu tersebut diperuntukkan untuk buah hati mereka.
Untuk urusan musik, Crimson Diary tidak mengalami banyak perubahan. Masih konsisten terdengar begitu kental aroma musik alternatif 90’an. Namun kini mereka lebih banyak menawarkan ketenangan pada aransemen musiknya.
Berisi tiga materi baru yang nantinya juga akan menjadi bagian dari album terbaru, Crimson Diary tentu ingin awal perkenalan yang mereka lakukan melalui demo tape hingga nantinya berujung pada album barunya menghasilkan hubungan yang efektif dengan pendengarnya. Dengar arti, pesan yang disampaikan oleh Crimson Diary bisa diterima dengan baik dan menghasilkan timbal balik dari pendengarnya.
Beberapa cara dalam bentuk tantangan telah Crimson Diary persiapkan. Berikut adalah langkah yang telah dipersiapkan oleh Crimson Diary ;
Mungkin ketika anda telah membaca informasi dalam zine ini, kalian sudah melewati langkah awal perkenalan yang telah ditawarkan Crimson Dairy. Jadi saya ucapkan selamat terlebih dahulu kepada kalian. Akan tetapi ada tantangan selanjutnya yang masih menanti. Jadi bersiaplah memulai kembali perkenalan sekaligus menghadapi tantangan berikutnya dari Crimson Diary.
TAHAP (1)
Bertepatan dengan perayaan Malang Cassette Store Day 2016, Crimson Diary akan bekerja sama dengan beberapa teman record store yang juga akan membuka lapak di acara tersebut dengan menyediakan sebuah alat pemutar kaset. Nantinya pada jam-jam tertentu mereka (records store) akan memilih secara acak pengujung yang mampir pada lapak mereka untuk dipilih mendengarkan kaset Crimson Diary.
Kemudian para pengunjung yang terpilih tersebut dipersilahkan untuk mendengarkan kaset dan menebak siapa band yang sedang mereka dengarkan. Jika tebakan mereka benar maka mereka berhak mendapatkan satu demo kaset Crimson Diary untuk dibawa pulang.
TAHAP (2)
Bagi mereka yang beruntung mendapatkan demo kaset Crimson Diary yang dicetak dalam jumlah terbatas, akan diberikan kesempatan untuk mendapatkan album ke-2 Crimson Diary secara gratis (lagi) ketika seluruh proses produksi album telah selesai.
Tentu mereka akan diberikan tantangan kembali. Dengan cara memberikan pendapat berupa testimoni mengenai demo kaset Crimson Diary yang mereka dapatkan pada pergelaran Malang Cassette Store Day 2016. Entah itu dari segi musik, packaging atau apapun yang berhubungan dengan Crimson Diary.
Follow terlebih dahulu akun Instagram milik Crimson Diary, kemudian unggah testimoni kalian melalui akun pribadi dan kemudian sertakan #CrimsonDiary2ndAlbum dan #MLGCassetteStoreDay2016. Testimoni berupa pendapat akan diberi batas waktu upload hingga tanggal 25 Oktober 2016.
Tesimoni yang menarik nantinya akan dipilih langsung oleh Crimson Diary dan akan dimuat pada Instagram milik Crimson Diary sekaligus menjadi orang yang berhak dan beruntung mendapatkan album kedua Crimson Diary secara Free alias gratis.
NB ; Setiap postingan testimoni harus disertai caption berupa kesan, pesan, atau pendapat pribadi mengenai Crimson Diary. Semua keputusan tidak dapat diganggu gugat! Haha..
Menurut saya pribadi, ini adalah sebuah penghargaan tersendiri bagi saya untuk bisa mengantarkan perkenalan menuju album terbaru bersama demo kaset Crimson Diary yang telah sampai pada tangan anda saat ini. Mendengarkan dengan intim dan mengikuti perjalanan Crimson Dairy adalah salah satu cara untuk mengetahui sebagian kecil sejarah perjalanan musik yang telah dilalui kota Malang.
Terima kasih juga pada deretan kaset Hectic pada album Evil Inside Me dan There’s No End, kaset Kompilasi Indie Alternative, CD Banana Co album Langkah Pagi dan juga album Senja milik Crimson Diary, yang telah menemani.
Terima kasih juga untuk Made Oka yang telah membantu urusan desain layout zine.
Semoga album materi terbaru Crimson Diary dapat melekat pada hati kalian semua. Salam!
*tulisan ini tertera pada zine yang dibagikan sepaket bersama demo kaset Crimson Diary pada saat pergelaran Malang Cassette Store Day 2016.
Comentarios